Thursday, May 1, 2014

TERPURUKNYA SERIE A ITALIA

‪#‎Backheelnote‬
UNTUK KITA RENUNGKAN
Meskipun Saya Romanisti atau mungkin Anda yang membaca tulisan ini kebetulan berbeda identitas tifosi, persamaan rasa dan sikapnya adalah Kita juga punya beban moril walaupun sedikit untuk mengapresiasi Serie A diluar domestiknya. Dalam artian, Seperti Saya, walau bukan As. Roma-dukungan tetap diberikan pada rekanan dari Italia lainnya seperti Milan, Inter, Juventus, Napoli atau Fiorentina bahkan Lazio sekalipun yang notabene membawa nama Liga Italia diperwakilan kompetisi Eropa.
Andai salah satu dari 7 klub ini tampil menjadi juara (Liga Champion atau Liga Eropa) tentu saja pamor Serie A otomatis membaik dimata dunia. Jika baik? Liga Italia yang Kita cintai ini pasti menemukan titik kenikmatan lebih memuaskan. Kita pernah nikmati hal itu, setidaknya di 2010 kebawah dimana kampiun Eropa agak sering diraih Klub dari Serie A atau diera 90'an hingga awal milenium ketika Lega Calcio jadi sangkar peraduan para Maestro. Bagaimana di era 2011-2014? Prestasi Serie A nyatanya kian memburuk. Tak ayal, Liga yang dulunya jadi primadona di jagad persepakbolaan ini kini dianggap sebagai pagelaran usang yang urung berkembang. Bukan masalah mutu, ini menyoal kebiasaan buruk setiap kubu.
Hanya di Italia, Anda akan menemukan wasit yang sangat begitu manusiawi. Federasi yang tegas timbang tebas, Komisi pengadil yang sahaja melirik kecacatan detil. Finansial Klub yang semeraut dengan budaya kepemilikan lokal yang kukuh berpikiran tradisional. Maka ketika Serie A disudutkan dengan ungkapan 'Domainnya Mafia', sarat manifesto politik serta terjadi pertentangan kelas Borjuis dibagian Utara dan 'Antagonista' kejayaan dari Selatan cenderung sikut-jegal sekalipun melalui prosesi abnormal hal itu sulit disangkal. Scudetto, ibarat trofi puncak, ketika sejarah terus menambahkan angkanya, bintang emas akan diraih menghiasi logo jersey sesuai koleksi bersatuan 10. Tahta Serie A, dianggap prestasi diatas segalanya. Pemikiran sempit ini, tentu sulit untuk dibenarkan walaupun tak salah juga diagungkan!
Kenyataannya, memanglah begitu. Indikasinya, fanatisme kampungan ala Italia dengan histeria tifosinya yang mendunia tak berbanding lurus dengan kualitas klub yang seharusnya semakin lebih berdigdaya. Juara Serie A, jika 'dijual' ke Eropa lalu jadi apa? Uniknya, bahkan Ketika harga diri Italia dicela-hina, setiap klub domestiknya berbenah bukan untuk bangkit tapi mengulas tak-tik untuk saling ungkit. Dalihnya, Lemari siapa yang padat trofi juara?
Spanyol, kini jadi ternama dengan Derby Madrid di puncak acara kompetisi level tertinggi Eropa. Di level bawahnya, Italia hanya jadi tanah yang didapuk sebagai tuan rumah final UEFA padahal kandidat pengukir sejarah Hattrick juara Serie A yang ironisnya mereka pulalah si Empunya rumput final laga, dilevel kedua kompetisi Eropa ini pun seolah tak bisa pamer kuasa. Lantas, cibiran apa yang serasa pantas? Ketika 6 klub besar Italia berteriak tuding, pembuktian 'Sang Protagonista' sulit dibanding.
Kita tidak sedang bicara tahta, Kita bicara marwah. Jika Rudi Garcia, Pelatih Roma, pernah lantang menagih perbaikan budaya sepakbola Italia. Sejatinya dia hanya ingin sublimasi positif Serie A kembali mengemuka. Anda tak perlu melihat 2 tabel merujuk fakta bahwa ada klasemen nyata dan versi maya (Klasemen tanpa kesalahan pengadil lapangan Serie A) yang dibeberkan media Italia. Italia punya liga yang indah dan sarat cinta. Bukan hanya dinikmati Romanisti, Interisti, Milanisti, Juventini atau Laziale semata tapi juga diperhatikan dunia.
Dunia minim celoteh dan tak ambil pusing ketika Roma yang mereka katakan 'Medioker' terdepak dengan agregat 8-3 dari Klub hebat Inggris Manchester United, karena Sepakbola yang ideal memang punya istilah adaptasi dan koreksi bahkan 'barometer Sepakbola tangguh' yang dipredikati Barcelona sekalipun pernah ditelanjangi Munchen dari Jerman 7-0 tanpa ampun. Berbicara kilah adidaya kita akrab dengan istilah SuperJuve. Kekuatan Super apa yang menaji? Hanya super Scudetto? Wajar bila Roma, Milan, Inter, Napoli sampai Catania berharap cerminan klub mahahebat dari Italia ini bisa representatif mewakili kekuatan Serie A. Bukti nyatanya? Mengutip ucapan Benitez, 'Serie A kalah cepat dibanding Liga lainnya', sarkastisnya, Serie A meresep percepatan prematur dan punya gacoan ikonik yang tega menghambat laju antrian klub yang ingin melaju dibelakangnya.
Perseteruan Conte dan Garcia kemarin hanya setipis kulit bawang jika Kita semua para Tifosi dari masing-masing Klub Serie A mau mencermati lebih jauh masalah Liga Italia yang meminus akibat ulah pengelola sepakbola yang entah sampai kapan sadar diri mau membenahi kompetisi dengan transparansi dan pemikiran konstruktif demi menyelamatkan Marwah Italia yang kian terdegradasi!
NB:
Ini bukan hujatan, ini hanya sebentuk renungan, terkhusus bagi As. Roma, agar termotivasi lebih giat berusaha menjadi klub tangguh Serie A dan nantinya mampu menunjukkan keperkasaan Italia. Ini kritik dari dan juga bagi Roma, Pengelola Serie A dan bagi siapa yang sepakat.
#10

No comments:

Post a Comment